AS Tinggalkan Kesepakatan Paris Ancaman Perdagangan Karbon amp JETP

AS Tinggalkan Kesepakatan Paris: Ancaman Perdagangan Karbon & JETP

Amerika Serikat resmi menarik diri dari Perjanjian Paris. Keputusan ini diambil oleh Presiden AS, Donald Trump, setelah dia dilantik pada Senin, 20 Januari 2025. Dengan keputusan ini, AS sekarang berada di sisi Iran, Libya, dan Yaman sebagai negara-negara yang tidak tergabung dalam Perjanjian Paris.

Namun, Wakil Ketua MPR RI, Eddy Soeparno, menegaskan bahwa perdagangan karbon internasional yang digagas Indonesia di IDX Carbon tidak terlalu terdampak oleh keputusan AS ini. Menurut Eddy, "Perdagangan karbon tetap akan jalan, karena siapa pun yang mengeluarkan emisi karbon pasti tetap harus memberikan kompensasi."

Eddy juga menambahkan, "Apakah dia membayar pajak karbon atau membeli karbon kredit, saya kira tidak ada efek yang besar di situ (perdagangan karbon)." Jadi, meski AS memutuskan untuk keluar dari Perjanjian Paris, perdagangan karbon di Indonesia tetap berjalan.

Namun, Eddy menekankan bahwa keputusan AS ini lebih berdampak pada Just Energy Transition Partnership (JETP), skema pendanaan untuk negara-negara berkembang untuk beralih dari energi fosil. Alasannya, pemerintah AS adalah penyumbang dana terbesar untuk skema ini.

Menurut Eddy, AS keluar dari Perjanjian Paris karena Trump ingin menghidupkan kembali industri berbahan bakar fosil. Kendati demikian, Eddy memprediksi bahwa pelaku industri, termasuk di Indonesia, tetap berkomitmen untuk melakukan transisi energi.

Dalam konteks Perjanjian Paris, negara-negara penandatangan sepakat untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celsius di atas pra-industri, guna menghindari dampak terparah dari krisis iklim.

Trump menyebut Perjanjian Paris sebagai "penipuan yang tidak adil dan sepihak." Dia menegaskan, "Amerika Serikat tidak akan menyabotase industri kami sendiri," sebelum menandatangani perintah penarikan dari perjanjian tersebut.